Sabtu, 05 Juni 2010

Fotografi: Theatre of Mind


Pernahkah Anda melihat dalam serial CSI: New York, ada seorang lelaki yang lupa ingatan lalu para dokter mencoba membantu mengembalikan ingatannya dengan beberapa lembar foto? Atau ingatkah Anda di film Harry Potter, setiap foto bisa bergerak seperti sebuah video?
Mungkin yang saya sebutkan diatas memang hanya sebuah film, tetapi percayalah, foto dapat berbuat sejauh mana akal manusia berujung. Setiap foto memiliki theatre of mind¬-nya sendiri. Berbeda dengan istilah theatre of mind¬ yang sering kita dengar dalam istilah penyiaran radio, theatre of mind¬ yang dihasilkan oleh foto dapat bertindak lebih jauh lagi. theatre of mind¬ dari audio hanya menghasilkan gambaran serta imajinasi dari alam pikiran yang mengambang, sehingga ia butuh ilustrasi audio. Sedangkan foto, dengan disajikannya visualisasi yang ditangkap oleh indra penglihatan Anda, Anda dapat segera menyadari dan menyimpulkan apa yang sebenarnya terjadi. Selebihnya, theatre of mind¬ Anda menyajikan lanjutan-lanjutan dari visualisasi yang ditangkap melalui foto tersebut. Benar sekali, foto mempunyai seribu makna. Dan juga, tergantung dari bagaimana sudut pandang yang melihat foto tersebut.
The way of seeing. Salah satu hal yang ditekankan oleh Galih Sedayu dari Air Photography saat ia menjadi pembicara dalam acara “Photo Speak: Fotografi sebagai Fungsi Komunikasi”. Sebenarnya, The way of seeing mnjadi hal yang sangat – jauh lebih luas jika batas fotografi disini Anda loncati. Seperti apa?
Saat pertama kali Anda melihat Graha Sanusi, pasti yang terpikirkan oleh Anda adalah sebuah gedung besar yang memiliki acara besar di dalamnya. Dimulailah theatre of mind¬ yang tadi saya sebutkan, tetapi sekarang ia mempunyai bentuk 3 dimensi. Akan tetapi, nyatanya? Gedung besar bernama Graha Sanusi tersebut kosong, alias sepi dari pengunjung. See? Pasti selalu ada persepsi awal dari sebuah the way of seeing dengan realita yang disajikan selanjutnya.
Fotografi, yang menjadi salah satu penangkap maupun pelaku the way of seeing itu sendiri, telah dibuktikan oleh Galih Sedayu pada talkshow-nya di Graha Sanusi. Ia memperlihatkan foto-foto yang membuat gempar dunia, seperti foto anak kecil hitam (lagi) kurus sedang meringkuk dan di belakangnya terdapat burung. Sang fotografer bunuh diri karena amat depresi karena banyak kecaman terhadap foto yang diambilnya tersebut. Ia merasa bersalah karena ‘dipersalahkan’ atas tindakannya yang hanya mengambil foto anak tersebut, bukan menolongnya. Ini juga termasuk the way of seeing, yaitu bagaimana cara menangkap sesuatu dengan pendapat atau opini yang berbeda. Mata kamera hanya mencoba menangkap, tetapi ia tidak bisa mengartikan serta memaknai. Ia berbaik hati menyerahkan semuanya kembali kepada theatre of mind Anda agar Anda dapat menginterpretasikannya sendiri.
Galih pun mengungkapkan bahwa foto juga dianggap sebagai sumber inspirasi bagi masyarakat. Galih menyebutkan, saat foto karya Joe Rosenthal pada tahun 1945 terkait pengibaran bendera Amerika Serikat di Gunung Suribachi, Iwo Jima, Jepang menginspirasi sutradara Clint Eastwood untuk membuat film yang berjudul Flag Our Father. “Film itu membuktikan bahwa foto dapat menjadi sumber inspirasi bagi sutradara untuk menghasilkan sebuah film,” ujarnya.
Sumber inspirasi seperti apa? Sumber inspirasi yang bisa membuat orang tahu; menyadari, bahkan sampai ke tingkat persuasif hingga dapat memunculkan reaksi-reaksi berupa tindakan. Artinya, foto dapat menjadi media yang sangat baik dalam penyampaian suatu pesan. Hal ini bertitik balik pada Komunikasi Visual, di mana apa yang dilihat oleh mata terdapat pesan yang tersampaikan dalam otak Anda. Hal ini juga menjadi jawaban mengapa banyak sekali produk-produk menggunakan foto model, sekedar foto, ataupun keduanya, untuk mempromosikan produk-produknya. Karena apa? Karena Anda, dia, kita, kalian semua, semua orang butuh pencitraan visual. Pencitraan visual yang baik dapat menstimulasikan otak agar menerima pesan yang dimaksud. Jangan sampai karena media Komunikasi Visual yang jelek menyebabkan pesan yang dimaksud tidak tersampaikan kepada publik sebagai komunikan. Seperti contohnya saat sebuah provider menampilkan iklan di koran ataupun di baliho-baliho besar yang terdapat di jalan raya. Mereka memakai artis-artis ternama untuk memasarkan produk mereka, karena unsur terkenal menjadi salah satu daya tarik yang sangat kuat sehingga orang-orang tertarik untuk memakai provider tersebut. Atau contoh lainnya, saat foto bencana gempa di Padang ditampilkan di berbagai media massa, banyak orang yang tergerak hatinya dan ikut menyumbangkan uang ataupun baju-baju bekas dan lainnya agar dapat mengurangi penderitaan yang dirasakan oleh korban gempa di Padang.bahkan orang-orang ikut berdoa. Lagi-lagi the way of seeing. Hal tersebut bisa terjadi karena foto maupun gambar dari video yang bercerita tentang suatu keadaan. Betapa dahsyatnya kekuatan dari gamnabr itu sendiri. Seperti yang disebutkan Galih, fungsi foto sebagai info, pesan, serta harapan di dalamnya.
Salah satu fungsi foto lainnya menurut Galih yaitu sebagai arsip peristiwa atau sejarah. Foto merupakan mata rantai yang penting dalam pembuktian konkret akan sejarah. Bagaimana jadinya jika Jurian Munich tidak dating ke Bandar Batavia pada tahun 1841? Tentu foto-foto sejarah kita yang sudah sangat sedikit itu akan bertambah sedikit jika fotografi belum masuk ke negeri kita saat itu. Betapa foto membuktikan Bung Karno membacakan teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Betapa foto membuktikan bagaimana Che Guevara pada akhir hayatnya. Betapa foto membuktikan keindahan pemandangan Gunung Himalaya dari puncak tertingginya. Masih banyak betapa-betapa lainnya yang membuka mata dunia. Sejarah membuktikan asal-usul, dan asal-usul menuntut pembuktian. Lewat foto, kita bisa mendapatkan pembuktian tersebut walaupun kamera belum ditemukan pada zaman sebelum masehi. Foto sebagai arsip, juga sebagai pembuktian bahwa seonggok sejarah benar-benar ada.
Galih menyarankan, untuk mendapatkan hasil foto yang bagus, ada beberapa aspek yang harus diperhatikan. Pertama, sesuaikan isi foto dengan tema. Jangan melantur kemana-mana jika Anda ingin foto Anda sesuai dengan apa yang menjadi tema. Kedua, harus puny aide yang unik dan berbeda dari yang lain. Being extraordinary dan out of the box menjadi inti dari unik dan berbeda. Jadilah kreatif, pikirkan apa yang orang lain tidak akan pernah pikirkan. Jika Anda sama dengan yang lainnya, buat diri Anda lebih menonjol dengan membuat (lagi-lagi) sedikit perbedaan. Keluarkan ide-ide gila dari the extraordinary way of seeing yang Anda miliki. Semakin gila, semakin baik karena akan membuat banyak perbedaan, dan mungkin juga kontroversi. Yang terakhir, eksekusi. Jika Anda benar-benar yakin akan ide dan konsep Anda yang unik dan berbeda, segera lakukan eksekusi. Siapa tahu Anda bisa mendapatkan momen yang tak terduga.
Seminar fotografi dari Galih Sedayu ini sedikit banyak mengorek lebih dalam tentang dunia fotografi. Foto-foto yang ia tampilkan dari awal mula persejarahan fotografi dapat menjelaskan bagaimana fotografi itu bermula dan memang betapa ‘cantiknya’ dunia fotografi. Hanya saja ia kurang menjelaskan secara detail untuk setiap foto yang ia tampilkan di depan khalayak. Mungkin the way of seeing saya menganggap seperti itu. Bagaimana dengan Anda?

22 komentar:

Adrio Kusmareza mengatakan...

Setiap suduh punya ceritanya masing-masing.
Betul? Haha.

Bertaring Marmut mengatakan...

aku seneng tu foto2nya Agus Leonardus, bisa mengaplikasikan seni lukisan abstrak ke dalam fotografi

Jurnal Kita mengatakan...

@Adrio: Betul sekali, dan bagaimana kita dapat mengapresiasi sudut yang dimaksud oleh fotografer tersebut maupun interpretasi diri kita masing-masing.

@Marmut: Silakan, setiap orang mempunyai favoritnya masing-masing :)

fathia mengatakan...

that's why gw suka difoto hahahaha

Deny mengatakan...

itu yang fotonya obama menang kontes apa gt...lupa..

Jurnal Kita mengatakan...

@Fathia: Narsis Mode: ON hahaha

@Deny: Ini foto diambil dari pameran World Press Photo '09 di Pacific Place, Jakarta

Anonim mengatakan...

aduuuhhh
pgn bs fotografi jg deh jadiinya

Julie mengatakan...

stiap orang punya sudut pandang masing-masing.

happy mengatakan...

yg foto obama "ngena" banget. haha

Kacamata Jurnal mengatakan...

pengen jadi fotografer handal.amiinnn

Jurnal Kita mengatakan...

@Anonim: MAri belajar bersama, saya juga kepingin :D

@Julie: Yup you're definitely right babe!

Jurnal Kita mengatakan...

@Happy: Obama juga manusia, hep. Ahaha

@Kacamata Jurnal: Amiin. Me too :D

fika mengatakan...

smpet kaget liat foto yg prtama tuh.. sialan..
nice pict, and article!

Jurnal Kita mengatakan...

@Fika: Itu homeless kok fik, bukan pocong hahaha
Thank you :D

Yoga_Nugraha mengatakan...

kapan ada acara kaya gini lagi?

wanawana mengatakan...

pengen banget bisa ngedalemin fotografi,,
:D

Jurnal Kita mengatakan...

@Yoga: Acara yang mana, ga? World Press Photo atau yang Galih Sedayu?

@Wanawana: We're the same, brader! :D

Sorta Caroline (210110080010) mengatakan...

FOTO ITU BERBICARA !!

:)

DHANI'S BLOG mengatakan...

foto itu memiliki makna (sotoy)
hahahaha

Jurnal Kita mengatakan...

@Sorta: Berbicara segala arti, Sor :D

@Dhani: Memang kok, tapi tergantung bagaimana kita merepresentasikannya.

Widiyanto Purnomo (210110080274) mengatakan...

Pesannya tersirat banget ya..
tertarik juga nih belajr bikin foto kyk gitu

Jurnal Kita mengatakan...

@Widiyanto: Sip, belajar bareng, brader!

Posting Komentar